Putusan PN Jakpus yang Minta Tunda Pemilu Bertentangan dengan UUD 1045

Bagikan:

AshefaNews, Jakarta – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum tidak melaksanakan atau menunda tahapan pemilihan umum (Pemilu) 2024 menuai polemik di publik.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai jika putusan PN Jakpus itu sangat bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945.

“Perintah konstitusi, Pemilu itu setiap 5 tahun sekali. Jadi Putusan pengadilan yang minta ditunda itu jelas tidak bisa dan sah. Putusan itu juga bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945,” kata Titi kepada wartawan, Minggu (5/3/2023).

Titi menjelaskan, berdasar Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sudah mengatur jika Pemilu itu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan setiap 5 tahun sekali. Sehingga putusan PN Jakpus yang menunda pemilu merupakan pelanggaran terbuka kepada amanat konstitusi.

“Karena dalam sistem penegakan hukum pemilu itu tidak dikenal mekanisme perdata melalui pengadilan negeri dalam menyelesaikan keberatan parpol. Untuk penyelesaian itu, saluran yang bisa ditempuh parpol hanyalah melalui sengketa di Bawaslu, dan selanjutnya upaya hukum untuk pertama dan terakhir kali di pengadilan tata usaha negara (PTUN),” kata Titi.

“Jadi, bukan kompetensi PN Jakpus untuk mengurusi masalah ini, apalagi sampai memerintahkan penundaan pemilu hingga 2025,” tukasnya.

Diketahui, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” ucap majelis hakim.

(GE – TYO)

Scroll to Top