Dinilai Kaburkan Fakta Sejarah, Sejumlah Kalangan Persoalkan Keppres No.02/2022

Bagikan:

AshefaNews, Jakarta : Sejumlah kalangan kembali mempertanyakan Keppres No. 02 Tahun 2022 yang menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Karena ada fakta sejarah yang dinilai tidak lengkap dalam isi Keppres itu. 

Penetapan Keppres itu didasari  peristiwa “Serangan Umum 1 Maret 1949” di Jogja, saat Agresi Militer Belanda ke 2. Dan pertanyaan itu mengemuka dalam seminar bertema “Kemusuk Berdarah dan  Letkol Soeharto, di museum Purna Bhakti Pertiwi, Kamis (16/3).

” Keppres itu bagus, karena peristiwa itu memang harus diingat oleh seluruh bangsa Indonesia. Terutama untuk menggugah sikap patriotisme dan nasionalisme kita semua,” kata mantan Kepala Staf TNI AD, Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto.

Tapi yang menjadi pertanyaan besar, lanjutnya, kenapa peran Letkol Soeharto yang kemudian menjadi Presiden ke 2 RI, justru dihilangkan. Padahal Soeharto saat itu adalah Komandan Wehrkreise III yang membawahi Yogyakarta.

” Jenderal Sudirman memerintahkan Pak Harto sebagai komandan lapangan untuk menyusun rencana taktis serangan. Dan itu fakta sejarah yang tak terbantahkan, kenapa ini dihilangkan,” tegas Tyasno.

Hal serupa dikatakan Mayjen TNI (Purn) Lukman R. Boer, mantan Kapuslitbang ABRI. Menurut dia, sebelum SU 1 Maret 1949, Letkol Soeharto sudah memimpin 3 serangan besar terhadap basis-basis militer Belanda di Jogja.

“Yaitu 29 Desember 1948,  9 dan 16 Januari serta 4 Februari 1949. Serangan itu banyak menimbulkan korban tentara serta bangunan penting milik Belanda,” terang Lukman.

“Tapi perannya besarnya sebagai patriot, justru dihilangkan lewat Keppres No. 02 Tahun 2022. Apakah ini memang sebuah proses penggelapan sejarah ? Ada apa ini ?,” keluh Lukman yang saat ini menjadi Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa.

Untuk mengatasi polemik ini, pihak yang berkepentingan disarankan untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung. Saran itu dilontarkan  Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Sumardiansah Perdana Kusuma.

Apalagi dari kajian dan penelitian ilmu sejarah, kata Sumardiansah,  jelas siapa saja tokoh kunci dari Serangan Umum 1 Maret 1949. Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai inisiator, Panglima Sudirman sebagai pemimpin gerilya dan pak Harto sebagai pemimpin lapangan.

“Meski Bung Karno dan Bung Hatta adalah pemimpin negara, tapi mereka sedang berada dalam pengasingan di Bangka Belitung. Jadi tidak mungkin melakukan kontak atau kordinasi untuk serangan umum itu,” ujar Sumardiansah.

(GE – Gusto)

Scroll to Top