AshefaNews, Denpasar – Seorang dosen asal NTT bernama Ferdinandus BS (37) dilaporkan karena lakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak dibawah umur di kawasan areal Bandara Ngurah Rai Bali.
Pelaku ditangkap lantaran orang tua korban tak terima si buah hati mendapat perlakuan tak senonoh oleh seorang dosen.
Awalnya korban SK (13 ) yang akan melakukan perjalan dari Denpasar menuju Jakarta, bersama ayah dan ibundanya.
Saat berada di areal bandara Ngurah Rai Bali, aksi pelecehan terjadi di areal terminal keberangkatan domestik, dimana awalnya korban (si anak ) pergi ke Toilet dan tanpa di sadari telah diikuti oleh pelaku, karena situasi yang memungkinkan pelaku mendekati korban dan aksi pelecehan terjadi di dalam salah satu bilik toilet.
Berselang beberapa saat, korban yang sebelumnya mendapat perlakuan pelecehan juga mendapat tindak pengancaman oleh pelaku di dalam toilet tampak ketakutan melaporkan musibah yang menimpa dirinya kepada sang ayah.
Mengetahui kejadian tersebut, kedua orang tua korban langsung meminta pertolongan kepada petugas keamanan Bandara.
Petugas keamanan pun langsung membantu dengan melakukan pengecekan CCTV di lokasi kejadian dengan mencocokan hasil keterangan korban, berselang beberapa saat akhirnya pelaku ditemukan dan diamankan petugas.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali Kombes Polisi Stafanus Satake Bayu membenarkan terkait kasus pelecehan yang menimpa seorang anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang dosen.
“Kasus ini dilaporkan pihak keluarga dan kini telah ditangani unit PPA Polda Bali,” jelas Kombes Bayu saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (10/1/2023).
Ferdinandus BS (37), ditetapkan menjadi tersangka setelah petugas melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi dan dari hasil gelar perkara yg dilakukan penyidik Polda Bali yang mengarah pelaku melakukan tindakan pelecehan.
“Gelar perkara sudah dilakukan petugas dengan kesimpulan dugaan Pelaku melakukan tindakan pecabulan kepada korban,” lanjut Kabid Humas Polda Bali Kombes Satake.
Kini atas tindakannya, pelaku akan dijerat dengan pasal 76 huruf E Jo. Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2016, tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2016 tentang perlindungan anak.
(GE – Andika)