Kasus Meme Stupa, Roy Suryo Mengaku Hanya Kritik Pemerintah Terkait Kenaikan Harga Berkunjung Ke Borobudur

Bagikan:

AshefaNews – Kasus sidang penistaan agama dan Meme Stupa Borobudur, dengan terdakwa mantan Menpora, Roy Suryo kembali di gelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan beragendakan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari pihak Terdakwa, Kamis 22 Desember 2022.

Usai Proses Sidang, Roy Suryo mengatakan dirinya membuat dan mengunggah meme patung Stupa Candi Borobudur yang kemudian diedit mirip wajah Presiden Jokowi dan di posting di Akun Twitternya hanya untuk mengkritik pemerintah yang menaiki harga kunjungan Borobudur.

“Membuat Meme stupa diedit wajah mirip Bapak Jokowi sebagai maksud kritik sosial kepada pemerintah,” ujar Roy usai menjalani persidangan, Kamis 22 Desember 2022.

Unggahan Twitter yang mengakibatkan Roy Suryo terjerat hukum penistaan agama. Postingan tersebut telah diturunkan karena membuat kegaduhan. (Foto: Instagram)

Kepada Mejelis hakim, Roy Suryo mengatakan dirinya tidak pernah berniat menghina suatu kepercayaan agama atau menistakan agama.

“Menistakan teman saja saya merasa tabu, apalagi menistakan agama Buddha dan termasuk menistakan stupa buddha yang ada di Candi Borobudur” ujarnya.

Roy mengatakan, Candi Borobubur adalah peninggalan sejarah Indonesia yang juga kebanggaan Indonesia milik salah satu dari 7 keajaiban dunia tersebut.

“Candi Borobubur yang nota bene adalah kebanggaan masyarakat Yogyakarta pada khususnya dan kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya,”ujarnya.

Roy mengaku kepada Majelis Hakim bahwa dirinya selalu pergi memotret dan mengabadikan candi Bodobudur dalam perayaan Waisak di tiap tahunnya, hal itu dilakukan Roy masih berusia remaja.

“Saya memiliki hubungan batin yang erat dengan Candi Borobudur. Karena dulu saya dan teman-teman fotografer tergabung dalam HISFA Yogyakarta, hampir tiap tahun dalam Perayaan Waisak selalu mengabadikan perayaan hari Raya umat Buddha,” ujarnya.

Roy mengatakan ada seorang yang dengan sengaja menjerat Roy Suryo atas kasus meme tersebut, dimana sang pelapor juga tidak memahami sepenuhnya maksud dari meme tersebut.

Roy mengatakan tidak ada Legal Standing dalam proses pelaporan kasusnya, yang hingga kini masih bergulir di Persidangan.

“Sejak awal kasus ini, saya menjadi korban penzholiman disebabkan karena pelapor saksi Kurniawan Santoso melaporkan saya atas nama pribadi bukan atas nama organisasi apapun. Sehingga tidak ada Legal standing menyatakan mewakili Umat Buddha di Indonesia yang berjumlah jutaan,” ujarnya.

Roy mengatakan pihak Walubi juga yang ditemuinya menjelaskan tidak masalah atas kasus tersebut dan meminta agar kasus kecil jangan di besar-besarkan.

“Walubi secara resmi bahwa tidak berkeberatan atas kasus ini. Bahkan menyarankan agar persoalan yang kecil agar jangan dibesar-besarkan, karena ummat Buddha mengajarkan soal welas asih,” ujarnya.

Disisi lain Roy mengatakan pelapor atas kasusnya juga tidak mengetahui meme stupa tersebut dibuat oleh siapa.

“Fakta di persidangan yang bersangkutan mengakui tahu kasus meme dari orang lain. Di persidangan, yang bersangkutan tidak tahu siapa yang membuat/mengedit meme menjadi mirip seseorang. Padahal di LP jelas yang bersangkutan sebutkan meme mirip Joko Widodo,” ujarnya.

Roy juga mengatakan dalam kasusnya ini minim barang bukti, bukti-bukti yang ada juga hanya di peroleh dari orang lain oleh si pelapor.

“Barang bukti sangat lemah hanya berupa satu lembar print screenshot, juga diperoleh dari orang lain termasuk ponsel milik orang lain,” ujarnya.

Roy mengatakan bahwa pelapor telah keliru melaporkan kasus meme stupa tersebut hingga membuat dirinya terjerat hukum, Roy juga menegaskan meme stupa tersebut bukan dirinya yang membuat, dimana Roy juga melaporkan akun yang pertama kali posting meme tersebut.

“Jelas bahwa foto meme stupa tersebut bukan saya yang membuatnya. Bahkan saya justru telah melakukan tindakan nyata dengan melaporkan pembuat yang mengunggah pertama,” ujarnya.

Roy mengatakan kepada majelis hakim bahwa laporannya kepada penyidik tidak berjalan dengan alasan tidak memenuhi unsur pidana.

“Meme tersebut, di mana data sudah diserahkan kepada penyidik, hingga kini tak kunjung diproses dengan alasan tidak memenuhi unsur perbuatan pidana tanpa SP-3.” ujarnya.

Roy juga menjelaskan kepada majelis hakim, bahwa petugas langsung melakukan penangkapan terhadapnya atas dirinya tanpa proses klarifikasi.

“Sementara saya tanpa dilakukan proses klarifikasi dan mediasi langsung dijadikan tersangka dan ditahan hingga saat ini,” ujarnya.

Dalam sidang sebelumnya, Pihak JPU menuntut dengan hukuman selama 1 tahun 6 bulan penjara, akibat membuat kegaduhan diantara umat beragama khusunya umat Budha Indonesia.

Roy juga dikenakn denda sebesar Rp 300 juta, subsider 6 bulan penjara, yang sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(RM – AT)

Scroll to Top