Ashefanews, Jakarta- Delapan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Riau dicegah ke luar negeri. Alasannya mereka dibutuhkan untuk penyelidikan dugaan korupsi Bupati nonaktif Meranti Muhammad Adil.
“KPK mengajukan cegah untuk tetap berada di wilayah Indonesia terhadap 10 orang, delapan orang di antaranya pegawai BPK Perwakilan Riau dan dua orang swasta,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (15/5).
Ia mengatakan pencegahan ini dilakukan untuk mengantisipasi pihak yang dibutuhkan keterangan pergi ke luar negeri. Di luar itu, KPK meminta mereka kooperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan.
“Cegah dimaksud telah diajukan sejak 10 Mei 2023 pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk enam bulan pertama dan tentu dapat dilanjutkan sesuai dengan kebutuhan proses penyidikan,” jelasnya.
Ali memaparkan kedelapan pegawai BPK Riau yang dimaksud meliputi Ruslan Ependi, Odipong Sep, Dian Anugrah, Feri Irfan, Brahmantyo Dwi Wahyuono, Salomo Franky Pangondian, Naldo Jauhari Pratama juga Aidel Bisri. Kemudian dua orang pihak swasta yaitu Findi Handoko dan Ayu Diah Ramadani.
Perkara ini telah menetapkan Muhammad Adil dan menahannya pada 5 Juni 2023. Selain itu terdapat tersangka lain yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK Riau M. Fahmi Aressa.
Adil diduga memerintahkan pemotongan anggaran kepada para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan hasilnya diberikan kepadanya. Asalnya dari mata anggaran uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).
Alhasil, dia mendulang 5 hingga 10% dari dua mata anggaran itu per SKPD. Transaksinya dilakukan secara tunai melalui tangan kanannya yaitu Fitria Nengsih.
Uang korupsi itu pun digunakan Adil untuk sejumlah kepentingan termasuk safari politik rencana pencalonan dalam Pemilihan Gubernur Riau pada 2024. Tahun lalu juga Adil diduga menerima suap Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih atas proyek umrah bagi para takmir masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Supaya tidak dipermasalahkan dan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Riau, Adil menyuap M. Fahmi Aressa Rp.1,1 miliar. Sejauh ini KPK mencatat Adil meraup uang haram Rp26,1 miliar dari berbagai pihak.
(GE – Yana)