AshefaNews, Jakarta – Kalangan dewan ikut menyoroti merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2022. IPK Indonesia turun empat poin menjadi 34 dari 38 pada tahun sebelumnya.
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mengatakan merosotnya IPK Indonesia tidak hanya semata-mata disebabkan kinerja lembaga penegak hukum saja. Namun juga akibat dari perilaku korupsi yang terjadi di lembaga eksekutif atau pemerintah.
“Soal turunnya indeks persepsi korupsi itu bukan cuma salah penegak hukum saja. Tapi juga bisa dikaitkan dengan perilaku rumpun kekuasaan eksekutif secara keseluruhan baik eksekutif, yudikatif dan legislatif. Tapi kan terbanyak itu di eksekutif,” kata Arsul dalam keterangannya, Senin (12/2/2023).
“Persoalan penurunan indeks persepsi korupsi itu juga terkait perilaku rumpun kekuasaan eksekutif secara keseluruhan baik eksekutif, yudikatif, dan legislatif, tapi terutama yang di eksekutif,” kata Arsul.
Politikus PPP ini menuturkan merujuk laporan Transparency International Indonesia (TII) terdapat tiga aspek yang mengalami penurunan terkait IPK Indonesia.
Tiga aspek itu yakni Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide, Global Insight Country Risk Ratings, dan IMD World Competitiveness Yearbook.
“Kalau kita bicara misalnya ini yang turunnya banyak adalah IMD World Competitiveness Yearbook dari 44 menjadi 39, padahal indeks ini bicara tentang efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, bukan bicara penegakan hukum,” jelas dia.
Arsul juga menduga jika penurunan IPK bisa terjadi lantaran pernyataan pemerintah kepada KPK agar tidak sedikit-dikit melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
“Jadi harus dipertanyakan, apakah ucapan yang bilang ‘jangan ada OTT-OTT lagi’ itu bisa menjadi dari bagian penurunan nilai ini. Apalagi kan ucapan itu dilontarkan saat penilaian masih berlangsung,” jelasnya.
Karenanya, Wakil Ketua MPR ini meminta semua pihak adil dalam menanggapi penurunan nilai IPK. Menurutnya, jangan hanya menyalahkan penegak hukum seperti Kejagung, KPK dan Polri tidak melakukan pemberantasan korupsi, tapi juga persoalan lain di pemerintah.
“Ini harus fair juga kita. Padahal persoalannya ada di luar penegak hukum itu tadi,” demikian Arsul.
(RM – TYO)