AshefaNews – Banyak hal dalam kehidupan manusia yang aturannya terdapat dalam Islam. Sebab kita sebagai muslim memang sudah seharusnya menjalankan hidup di dunia ini berdasarkan hukum Islam. Termasuk dalam hal ini kita perlu mengetahui bagaimana pembagian warisan menurut Islam.
Dalam hukum warisan, Islam mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan perihal hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Serta tidak lupa juga, Islam menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya.
Sebelum mengetahui bagaimana pembagian warisan menurut islam, kita perlu memastikan adanya rukun kewarisan. Yakni diantaranya harta warisan (mauruts atau tirkah), pewaris (muwaris), dan ahli waris (warist).
Menurut hukum waris dalam Islam, yang dimaksud harta warisan ialah semua harta yang ditinggalkan pewaris karena wafat. Penting diperhatikan jika harta tersebut harus sudah bersih dari kewajiban-kewajiban keagamaan dan keduniaan. Agar harta tersebut bersih, maka sebelum dibagikan kepada ahli waris harus dikurangi dengan:
- Biaya pengobatan ketika pewaris sakit sampai dengan wafatnya.
- Biaya mengurus jenazah pewaris
- Zakat dan sedekah infak yang pernah dinyatakannya.
- Kewajiban duniawi yang belum dipenuhi atau terpenuhi seperti hutang, tebusan dan sebagainya.
- Harta yang telah diwasiatkan pewaris ketika hidup tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi 1/3 harta waris yang ditinggalkan.
Apabila semua itu telah terpenuhi maka harta telah dinyatakan bersih dan dianggap sebagai harta warisan. Sedangkan saudara serta kerabat yang ditinggalkan pewaris tidak serta merta semuanya mendapat bagian warisan yang sama, namun harus dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima, diantaranya:
a. Ahli waris ashhab al-furudh, mereka adalah ahli waris yang menerima bagian dengan jumlah yang telah ditentukan besar kecilnya seperti 1/2, 1/3, atau 1/6.
b. Ahli waris ashabah yakni ahli waris yang menerima bagian sisa setelah harta warisan tersebut dibagikan ahli waris ashhab al-furud.
c. Ahli waris zhawi al-arham yakni ahli waris yang dikarenakan adanya hubungan darah dengan pihak perempuan atau ibu dan menurut ketentuan al-Qur’an tidak berhak menerima warisan.
Dalam hukum kewarisan Islam, dikenal juga asa-asas yang mengikatnya sehingga mempengaruhi pada pembagian harta warisan. Diantaranya terdapat asas Ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang, dan kewarisan akibat kematian.
1. Asas Ijbari
Asas Ijbari diaktakan sebagai paksaan, atau kita kenal dengan surat wasiat yang dinyatakan oleh pewaris sebelum kematiannya dalam bentuk pernyataan kepada siapa hartanya akan diberikan, terdapat dalam Qs An-Nisa ayat 7.
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (Qs An-Nisa ayat 7)
2. Asas Bilateral
Pada asas ini seseorang menerima hak waris bersumber dari kedua belah pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan perempuan maupun laki-laki. Berlaku pula untuk kerabat garis ke samping yakni melalui ayah dan ibu. Dalilnya terdapat juga dalam Qs An-Nisa ayat 7 dan 176.
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs An-Nisa 176)
3. Asas Individual
Pengertian asas ini jika setiap ahli waris secara individu berhak atas bagian yang didapatkan tanpa terikat kepada ahli waris lainnya. Sehingga dalam pelaksanannanya semua harta warisan yang dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian diberikan kepada ahli waris yang berhak menerima berdasarkan kadar bagiannya masing-masing.
4. Asas Keadilan Berimbang
Sebagaimana dengan namanya yakni adil, maka dalam pembagian waris berdasarkan asas ini dimana seseorang ahli waris diukur berdasarkan hak dan kewajibannya, bukan diberi sama rata. Sebab hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan berbeda. Maka dalam penggalan surah An-Nisa ayat 11 dikatakan jika anak laki-laki mendapatkan harta waris sebanding dengan dua orang anak perempuan.
5. Kewarisan Akibat Kematian
Dalam hal ini menegaskan jika peralihan warisan hanya bisa dilakukan jika pemilik harta telah meninggal. Apabila masih hidup, maka harta tidak dapat dilakukan peralihan dengan sistem pewarisan.
Adapun dalam pembagian warisan menurut Islam, bisa mengambil dalil dalam Qs An-Nisa ayat 11.
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs An-Nisa: 11)
Adapun penjelasan yang lebih mudah dipahaminya, ialah:
a. Untuk satu anak laki-laki warisannya sebanding dengan dua anak perempuan. Hal ini dikarenakan dilihat dari tanggungjawabnya baik itu dalam keluarga, ataupun masyarakat.
b. Apabila semua anaknya perempuan dan lebih dari dua orang, maka untuk mereka dua pertiga dari harta pewaris.
c. Apabila anak perempuan tunggal atau satu-satunya, maka mendapatkan separuh dari harta pewaris.
d. Untuk ibu dan ayah, jika pewaris memiliki anak maka bagi mereka (ibu dan ayahnya) masing-masing seperenam dari harta pewaris. Sedangkan jika tidak memiliki anak, maka sepertiga harta pewaris milik ibu dan ayah.
e. Apabila pewaris mempunyai beberapa orang saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
Dalam pembagian warisan menurut Islam, alangkah baiknya jika didampingi oleh orang yang ahli dibidangnya. Sebab tidak sedikit yang berakhir dengan persengketaan atau permusuhan sesama saudara sebab pembagian yang dirasa tidak adil.
Wallahu a’lam bishawab.
(GE – DIN)