AshefaNews – Muhasabah mampu mendatangkan banyak manfaat, diantaranya ialah mengetahui aib sendiri, merendahkan diri karena Allah, dan mengetahui hak Allah Swt. Sebab orang yang tidak mengetahui aib dirinya, tidak akan mampu menghilangkannya. Tetapi apabila ia mengetahui aib dirinya, maka ia akan membencinya karena Allah Swt.
Sebagaimana perkataan Abu Hafsh, “Barangsiapa tidak berprasangka buruk kepada nafsunya sepanjang waktu, tidak menyelisihinya dalam setiap keadaan, serta tidak menyeretnya pada apa yang dibencinya sepanjang waktunya, maka orang itu telah terpedaya. Dan barangsiapa melihat kepada nafsunya dan menganggap baik sesuatu darinya, maka sesuatu itu telah menghancurkannya.”
Muhasabah pun pada akhirnya menunjukan perilaku merendah diri karena Allah Swt. Hal ini termasuk salah satu sifatnya orang-orang yang sangat jujur. Sebab seorang hamba akan dekat kepada Allah Swt dengan cara ia merasa lemah dengan amal perbuatannya.
Allah Swt bahkan berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam Kitab Zuhud-nya, Imam Ahmad berkata, “’Sesungguhnya seorang laki-laki dari Bani Israel beribadah selama 60 tahun untuk suatu hajat tertentu, dan dia belum mendapatkannya.’ Lalu dia bergumam di dalam hatinya, ‘Demi Allah, jika ada kebaikan dalam diri-Mu, maka aku pasti akan memperoleh hajatku.’ Kemudian ia bermimpi dan dikatakan padanya, ‘Apakah kamu pernah merasa rendah di suatu waktu? Sesungguhnya hal tersebut lebih bagus daripada ibadahmu bertahun-tahun lamanya.’
Dengan muhasabah pun kita mampu mengetahui hak Allah wt. Sebab bagi siapa saja yang tidak mengetahui hak Allah atas dirinya, maka ibadah kepada-Nya hampir tak bermanfaat sama sekali dan ibadahnya sungguh sangat sedikit sekali manfaatnya. Adapun diantara hak-hak Allah ialah Allah Swt wajib ditaati dan tidak diingkari, Allah wajib diingat dan tidak boleh dilupakan, serta Allah wajib disyukuri dan tidak boleh dikufuri.
Besarnya manfaat muhasabah pada akhirnya mengarahkan kita agar mengetahui pula bagaimana caranya agar kita mampu bermuhasabah. Sebab tidak bisa dipungkiri, jika rasa sombong dan berhala-berhala di dalam hati senantiasa mengikuti.
Nah, adapun hal-hal yang dapat membantu kita agar mampu muhasabah diri ialah memiliki kesadarannya bahwa setiap kali ia bersungguh-sungguh melakukan hal itu saat ini, maka ia akan istirahat dan merasa nyaman esok hari. Namun sebaliknya, setiap ia meremehkan hal itu sekarang, maka ia akan menghadapi hisab yang semakin berat kelak di akhirat.
Penting juga memiliki keyakinan bahwa keuntungan perniagaan tersebut adalah Surga Firdaus dan melihat wajah Allah Swt. Adapun kerugiannya adalah terjerumus ke dalam neraka dan terhalang dari memandang Allah.
Jika setiap manusia meyakini dua hal ini maka hisab menjadi mudah.
Terdapat dua macam muhasabah yang perlu diketahui, yaitu muhasabah diri sebelum melakukan suatu perbuatan dan muhasabah setelah selesainya melakukan suatu perbuatan.
Muhasabah diri sebelum berbuat
Muhasabah diri sebelum berbuat, maksudnya ialah hendaknya orang yang ingin memulai suatu pekerjaan mengawali dengan mempertimbangkan hingga benar-benar jelas keutamaanya daripada meninggalkannya.
Al-Hasan berkata, “Semoga Allah merahmati hamba-Nya yang berhenti di saat berkeinginan. Jika karena Allah, maka ia laksanakan dan jika karena selain-Nya, maka ia tinggalkan.”
Sebagian ulama menjelaskan arti perkataan tersebut dengan mengatakan apabila kita bergerak untuk melakukan suatu perbuatan dan kita sudah memiliki keinginan untuk melakukannya, maka kita perlu berhenti lalu merenungkan.
Apakah perbuatan tersebut sanggup kita lakukan atau tidak? Jika kita tidak sanggup untuk melakukannya, maka kita tidak perlu melanjutkannya. Tetapi jika kita sanggup untuk melakukannya, maka kita perlu merenungkan hal lain yakni, apakah dengan melakukannya lebih baik dari meninggalkannya atau meninggalkannya lebih baik daripada melakukannya.
Jika kita sanggup melakukannya, maka kita perlu merenungkan hal ketiga yakni, apa alasan yang membuat ia ingin melakukan hal itu, sebab apabila kita ingin mendapatkan keridhaan Allah dan pahala-Nya atau keinginan mendapatkan pangkat, ataukah sebab ingin mendapat pujian, dan harta dari makhluk-Nya.
Adapun jika kita tidak ingin untuk melakukannya, maka kita perlu membatalkan perbuatan itu meskipun itu yang akan mengantarkan pada apa yang kita cari, hal ini sebab agar ia tidak terbiasa dengan perbuatan syirik dan tidak merasa ringan untuk melakukan perbuatan bukan karena Allah Swt.
Muhasabah Diri Setelah Selesai Pekerjaan
Muhasabah yang kedua ini terbagi lagi menjadi 3 macam, yaitu: Pertama, muhasabah diri atas ketaatan yang kurang sempurna dalam menyempurnakan hak Allah, sehingga ia tidak melakukannya sesuai dengan sepantasnya.
Adapun hak Allah Swt dalam hal ketaatan terdapat enam, yaitu; ikhlas dalam berbuat, nasehat karena Allah dalam pekerjaan tersebut, mengikuti Rasulullah, memperlihatkan ihsan pada pekerjaan tersebut, menampakkan karunia Allah pada pekerjaan tersebut, serta menampakkan atas segala kekurangan dirinya dalam pekerjaan tersebut.
Kedua, hendaknya kita menghisab diri atas pekerjaan yang lebih baik ditinggalkan daripada dikerjakannya. Ketiga, hendaknya kita menghisab diri atas hal-hal yang mubah atau yang biasa dilakukan, apa alasan kita melakukannya.
Apakah melakukannya karena Allah Swt dan mengharapkan kehidupan akhirat sehingga ia beruntung atau apakah ia melakukan hal itu untuk kehidupan dunia dengan segala ketergesaannya sehingga ia merugi dan tidak memenangkan ridha Allah Swt. Sebab hal yang paling berbahaya bagi kita ialah meremehkan, meninggalkan muhasabah, melepaskan begitu saja dan memudahkan persoalan.
Disebutkan oleh Imam Ahmad dari sebagian ahli ilmu, bahwasannya seseorang bertanya kepada beliau, “Berilah aku wasiat!” Ia menjawab, “Hendaknya engkau bersikap zuhud terhadap dunia, dan janganlah engkau melawan para penghuninya. Dan hendaklah kamu seperti lebah, jika ia makan hanya makan yang baik-baik, dan jika ia mengeluarkan sesuatu (dari dalam perutnya), maka ia hanya mengeluarkan yang baik-baik, jika ia bertengger di atas dahan maka tidak membahayakan, dan tidak pula mematahkannya.”
Demikianlah pentingnya muhasabah atas diri kita sendiri. Maka mari kita mulai mencoba muhasabah agar keridhoan Allah Swt. Pandanglah seluruh anggota tubuh kita dan tanyakan pada setiap bagiannya atas apa saja yang telah dibicarakan, kemana saja kaki ini melangkah?
Tidak cukup sampai di sana, kita perlu muhasabah apa yang telah diambil oleh kedua tangan dan diperbuat oleh tangan kita, apa yang telah didengar oleh kedua telinga. Lalu untuk apa kita melakukan semua itu serta untuk siapa serta atas dasar apa ia lakukan semua itu.
Allah Swt berfirman:
فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. عَمَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ.
Artinya, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang mereka kerjakan dahulu.” (QS. Al-Hijr [15]: 92-93)
Wallahu a’lam bishawab.
(GE – DIN)