SCROLL UNTUK MELANJUTKAN BACA

5 Adab Ketika Membaca Al-Qur’an

Bagikan:

AshefaNews – Dalam setiap aktivitas, Islam telah memberikan arahan yang jelas agar segala perbuatan senantiasa bernilai pahala. Terlebih lagi ketika membaca ayat suci al-Qur’an, maka tidak heran jika islam telah menuntun umatnya agar mengetahui dan menerapkan adab ketika membaca al-Qur’an.

Sebab sejatinya apa yang kita lakukan di dunia hanya bermuara pada ridha Allah Swt. Maka tentu aturan yang diterapkan pun merupakan upaya untuk meraih keberkahan dari-Nya, termasuk menerapkan adab ketika membaca al-Qur’an.

Sangat amat disayangkan apabila kita melakukan suatu aktivitas namun tidak disertai dengan pedoman yang benar. Maka pada hakikatnya perbuatan itu tidak bernilai pahala, oleh karenanya kita perlu mengetahui pedomannya. Agar apa yang kita lakukan sesuai dengan konsep ibadah yang berniat pahala. yakni niat dan caranya yang benar, maka dari itu berikut 5 adab ketika membaca al-Qur’an yang perlu kita ketahui:

Adab Ketika Membaca Al-Qur’an: Pertama, Meluruskan niat

Keberadaan niat dalam suatu amalan merupakan hal yang penting, sebab niat merupakan inti daripada apa yang dilakukannya. Konsep dalam beribadah dalam islam ialah harus benar caranya dan benar niatnya. Benar caranya yakni tidak dilakukan dengan melanggar hukum syara, seperti bersedekah tapi dengan uang haram. 

Adapun benar niatnya, maka hanya diniatkan karena Allah Swt. Sebab apabila niatnya tidak benar, maka pelakunya tidak akan mendapatkan pahala kebaikan atas apa yang dilakukannya.

Sebagaimana yang terdapat dalam hadis, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ  

Artinya: “Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barang siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi, hijrahnya itu menuju apa yang dia niatkan’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pentingnya niat dalam suatu amalan ditekankan dalam surah Asy-Syura ayat 20.

مَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلْءَاخِرَةِ نَزِدْ لَهُۥ فِى حَرْثِهِۦ ۖ وَمَن كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِن نَّصِيبٍ

Man kāna yurīdu ḥarṡal-ākhirati nazid lahụ fī ḥarṡih, wa mang kāna yurīdu ḥarṡad-dun-yā nu`tihī min-hā wa mā lahụ fil-ākhirati min naṣīb

Artinya: “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Qs Asy-Syura: 20)

Adab Ketika Membaca Al-Qur’an: Kedua, Dalam Keadaan Suci

Dalam keadaan suci yang dimaksud meliputi dua hal, yakni suci badannya dan suci hati serta pikirannya. Mencusikan hati dan pikiran dari segala perilaku tercela seperti ada maksud ria saat tilawah karena suaranya yang merdu, bacaannya yang mutqin atau sekedar ingin dianggap alim. Maka sucikanlah hati dan pikiran kita dari hal yang semisal.

Sedangkan suci badannya ialah ketika seseorang ingin tilawah maka ia tidak dalam keadaan memiliki hadas, baik itu hadas kecil maupun besar. Meski terdapat perbedaan dari keempat madzhab, namun yang masyhur digunakan ialah madzhab syafi’i yang melarang seseorang menyentuh mushaf dalam keadaan memiliki hadas.

Sebagaimana dalam hadis riwayat Daruquthni yang sejalan dengan hal tersebut, 

عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

“Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni, No. 449)

Bahkan diperjelas kembali bahwasannya membaca al-Qur’an dalam keadaan suci merupakan suatu amalan sunnah. 

Adab Ketika Membaca Al-Qur’an: Ketiga, Memperhatikan Kebersihan

Merperhatikan kebersihan saat hendak membaca al-Qur’an merupakan bagian daripada menghormati kalam Allah Swt. Diantaranya ialah memperhatikan kebersihan tempat dan kebersihan diri. Apabila hendak tilawah disuatu tempat hendaknya memperhatikan tempat yang hendak digunakan ialah tempat yang bersih. Adapun merupakan perbuatan yang disukai dan tempat yang paling utama adalah masjid. Banyak ulama yang menganjurkan untuk membaca Al-Quran di masjid karena beberapa hal, di antaranya: tempatnya yang bersih, tempat yang mulia, penuh keberkahan, disukai oleh Allah Swt dan mendapatkan pahala i’tikaf.

Sedangkan kebersihan diri yang dimaksud sebagaimana termasuk pada kesucian dari hadas dan juga mengamalkan sunnah bersiwak. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا تَسَوَّكَ ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي قَامَ الْمَلَكُ خَلْفَهُ ، فَتَسَمَّعَ لِقِرَاءَتِهِ فَيَدْنُو مِنْهُ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا حَتَّى يَضَعَ فَاهُ عَلَى فِيهِ فَمَا يَخْرُجُ مِنْ فِيهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ ، إِلاَّ صَارَ فِي جَوْفِ الْمَلَكِ ، فَطَهِّرُوا أَفْوَاهَكُمْ لِلْقُرْآنِ

“Sesungguhnya jika seorang hamba bersiwak, kemudian melakukan shalat, maka ada seorang malaikat yang berdiri di belakangnya untuk mendengarkan bacaannya. Malaikat itu akan mendekat kepadanya hingga meletakkan mulutnya pada mulut orang tersebut. Dan tidaklah keluar dari mulut orang tersebut berupa bacaan al-Qur‘an kecuali akan masuk ke dalam perut malaikat, maka bersihkanlah mulut kalian bila hendak membaca al-Qur‘an.” (HR. Al-Bazzar, hasan)

Adab Ketika Membaca Al-Qur’an: Keempat, Menghadap Kiblat

Sejumlah ahli ilmu seperti Imam an Nawawi dan yang selainnya, menganjurkan bagi orang yang membaca Al Qur’an untuk menghadap ke kiblat, meskipun itu bukan sebuah keharusan. Namun menghadap kiblat lebih mendorong kekhusyu’an dan lebih utama daripada menghadap ke selain arahnya. Wallahu a’lam.

Dalam kitab al-Tibyan fi Adab Hamlat Alquran, karya imam al-Nawawi disampaikan, bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas.

خير المجالس ما استقبل به القبلة

Artinya: “Sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat.”

Adab Ketika Membaca Al-Qur’an: Kelima, Membacanya dengan Khusyuk dan Tartil

Membaca al-Qur’an dengan tartil ialah membacanya secara perlahan-lahan atau tidak terburu-buru, memenuhi hak setiap lafadz dan huruf-hurufnya, serta menjaga hukum-hukum tajwidnya. Sebagaimana disampaikan dalam firman Allah,

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ ٱلْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا

Arab-Latin: Au zid ‘alaihi wa rattilil-qur`āna tartīlā

Artinya: “Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.” (Qs Al-Muzzammil: 4)

Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H, dalam Tafsir as-Sa’di dikatakann bahwa, “Karena membaca al-Quran dengan perlahan bisa mendatangkan perenungan, pemikiran, bisa menggerakan kalbu, beribadah dengan tanda-tanda kebesaran Allah serta bersiap-siap secara sempurna untuk itu.”

Oleh karenanya membaca al-Qur’an dengan tartil jika sudah Allah Swt mampukan maka disangat ditekankan. Hendaknya pula, membaguskan suara saat tilawah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

زينوا القرآنَ بأصواتِكم ؛ فإنَّ الصوتَ الحسنَ يزيدُ القرآنَ حسنًا

Artinya: “Hiasilah Al Qur’an dengan suara kalian. Sesungguhnya suara yang bagus itu menambah bagus Al Qur’an.” (HR Abu Dawud, ad Darimi, al Hakim, dan al Baihaqi)

Wallahu a’lam bishawab

(GE – DIN)

Scroll to Top