SCROLL UNTUK MELANJUTKAN BACA

Penanaman Opium di Myanmar Merajalela

Bagikan:

AshefaNews, Jakarta – Dalam laporan terbaru berjudul Myanmar Opium Survey 2022: Cultivation, Production and Implications, Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan budidaya opium meningkat 33% sejak militer berkuasa di negara Asia Tenggara itu. Krisis ekonomi parah dan gonjang-ganjing politik hingga konflik di Myanmar mendorong para petani menanam opium.

“Potensi dari pertanian bunga opium tersebut juga melonjak hampir 90% menjadi 790 ton dibandingkan tahun sebelum kudeta oleh militer Myanmar,” demikian laporan UNODC yang diterbitkan di laman resminya pada Kamis (26/1).

Dilansir dari AFP, Sabtu (28/1), perwakilan regional UNODC Jeremy Douglas mengatakan kekacauan ekonomi, keamanan, dan pemerintahan setelah militer melakukan kudeta pada Februari 2021 membuat para petani berbondong-bondong menanam kembali opium. Pertumbuhan bisnis opium berkaitan dengan krisis yang dihadapi negara tersebut.

Ia mengatakan bisnis opium di Myanmar secara total bisa menghasilkan US$2 miliar atau Rp29,9 triliun. Jumlah tersebut lebih dari 3% produk domestik kotor (GDP) Myanmar pada 2021.

Namun, harga pasaran resin opium mengalami kenaikan menjadi sekitar US$280 atau Rp.4,1juta per kilogram. Kenaikan tersebut mencapai 69% dibandingkan tahun lalu.

Harga opium di Myanmar lebih tinggi dibandingkan di Afghanistan. Harga opium per kilogram di Afghanistan penghasil opium terbesar di dunia itu sekitar US$203 atau Rp.3juta per kilogram.

Kenaikan harga opium tersebut tak berdampak positif bagi para petani karena bahan bakar minyak dan pupuk juga naik drastis. Tercatat 40% populasi di Myanmar hidup miskin pada 2022. Masalah ekonomi tersebut yang memaksa para pekerja meninggalkan perkotaan dan beralih menjadi petani opium di desa-desa.

“Pertumbuhan yang kita saksikan dalam bisnis narkoba berhubungan langsung dengan krisis yang dihadapi negara ini. Dampaknya di kawasan ini sangat besar, dan negara tetangga perlu menilai dan secara terbuka menangani situasi tersebut, dan mereka perlu mempertimbangkan beberapa pilihan yang sulit,” kata Douglas.

(RM – Yana)

Scroll to Top