Jerman Belum Miliki Jaringan 4G Hingga Kekurangan Guru dan Tenaga Medis

Bagikan:

AshefaNews, Jakarta – Sejumlah masalah krusial melanda Jerman. Pemerintah Jerman belum selesai memulihkan ekonomi pasca-pandemi covid-19 belum usai, disusul tingkat inflasi yang tinggi dan isu-isu terkait kebutuhan primer. 

Dilansir dari DW, pada Selasa (27/12), beberapa wilayah Jerman belum mendapatkan jaringan telekomunikasi berbasis 4G. Badan yang berwenang atas jaringan telekomunikasi di Jerman, Bundesnetzagentur, akhir November lalu menyatakan, perusahaan telekomunikasi Deutsche Telekom dan Vodafone mewajibkan diri untuk mendirikan stasiun transmisi baru di 500 area. 

Namun ketentuan itu baru dipenuhi di 95 area atau Sekitar 3% wilayah Jerman masih berupa area blank. Bahkan sinyal 4G/LTE dan 5G tidak bisa diterima.

Jembatan di jalan bebas hambatan A45 di negara bagian Nordrhein-Westfalen ditutup 100% sejak setahun lalu. Penyebabnya, kerusakan yang sangat parah. 

Selain itu, Jerman juga masih berikutat membereskan layanan kereta api. Tanggal 4 Desember lalu, sebuah cuitan pada Twitter mengungkap, kereta cepat ICE antara Hamburg dan Berlin penuh sesaknya, sampai tidak bisa berangkat selama 20-30 menit. 

Kereta super cepat itu bergerak dengan kecepatan sangat lambat. Pekerja perusahaan perkeretaapian Deutsche Bahn dan penumpang tanpa reservasi tempat duduk dipaksa meninggalkan kereta. 

Penumpang dewasa bersembunyi di WC kereta dan memblokir pintu dengan koper. “Pekerja perusahaan kereta dan saya malu akan layanan yang kami tawarkan kepada masyarakat,” kata Claus Weselsky, Kepala Serikat Pekerja Masinis Jerman. 

Tidak hanya itu, Jerman juga diterpa kekurangan guru, pendidik dan perawat. 

Sekelompok warga lanjut usia yang putus asa di kota Hohenstein-Ernstthal, negara bagian Sachsen menulis surat keluhan berat kepada Kementerian Kebudayaan karena banyak sekolah sangat sering diliburkan. 

Penyebab utamanya, di sekolah-sekolah Jerman terjadi kekurangan 40.000 guru. Kemudian seorang perawat mengatakan pasien menunggu 40 jam di bagian gawat darurat akibat kekurangan tenaga medis. 

Jerman sedang mengalami kekurangan 50.000 tenaga perawat. Tidak hanya itu, Jerman juga kekurangan tentara mahir menggunakan persenjataan modern. 

Mayor Jenderal, Ruprecht von Butler kepada inspektur angkatan bersenjata Jerman mengatakan tidak ada prajurit yang terlatih untuk mengoperasikan 18 panser Puma yang paling modern. 

“Anda tidak bisa bayangkan penilaian apa yang diberikan pasukan bagi kehandalan alutista panser Puma. Kesiapan panser ibaratnya penarikan lotre, walaupun sudah dipersiapkan secara intensif,” ucapnya. 

Pada 20 tahun lalu, angkatan bersenjata Jerman memesan 350 buah panser Puma. Satu unit harganya 17 juta Euro. Sekarang, peralatan tempur itu tidak bisa digunakan untuk perang. 

Dan panser Puma bukan satu-satunya masalah dalam angkatan bersenjata Jerman. Masalah besar juga sudah terlihat baru-baru ini pada peralatan panser artileri howitzer, senapan mesin, helikoper dan kapal selam.

Pada Minggu (18/1), pemanas ruangan sentral di sebuah sekolah di Bergisch Gladbach rusak. Di semua ruangan kelas, suhu anjlok hingga 10° Celcius. Selama beberapa hari pelajaran tidak bisa berjalan di sekolah itu. 

Tiga hari setelahnya, pemanas tetap rusak, sehingga ujian hanya bisa diadakan di beberapa ruangan di sekolah, yang mendapat bantuan darurat berupa tambahan pemanas elektrik. “Anak-anak tidak boleh kedinginan di sekolah,” ujar Ketua Konferensi Kementerian Pendidikan, Karin Prien. 

(RM – Yana) 

Scroll to Top