Ashefanews, Jakarta- Sekitar 100 warga Iran yang ditangkap karena terlibat dalam protes kematian Mahsa Amini menghadapi hukuman mati. Kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Oslo menilai nasib semua terdakwa tersebut seluruhnya dapat berakhir di tangan algojo.
Awal bulan ini, dilansir dari The Guardian Rabu (28/12), Iran mengeksekusi dua pria dalam kasus serupa. Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Selasa (27/12) mengidentifikasi 100 tahanan yang menghadapi potensi hukuman mati, termasuk setidaknya 11 orang yang telah dijatuhi hukuman mati.
Lima tahanan dalam daftar IHR adalah perempuan. Laporan itu mengatakan banyak dari mereka memiliki akses terbatas ke perwakilan hukum. “Dengan menjatuhkan hukuman mati dan mengeksekusi beberapa di antaranya, (otoritas) ingin menakuti demonstran,” kata direktur IHR Mahmood Amiry-Moghaddam.
Menurut dia, hukuman mati tidak akan menghentikannya protes di Iran. Sebaliknya, rakyat Iran akan semakin muak dan melanjutkan demonstrasi.
“Strategi menyebarkan ketakutan melalui eksekusi telah gagal,” jelasnya.
IHR mengatakan 476 pengunjuk rasa telah tewas sejak demonstrasi isu ini dimulai. Badan keamanan utama Iran pada awal Desember memberikan catatan korban tewas lebih dari 200 orang, termasuk petugas keamanan.
Sebanyak 14ribu orang telah ditangkap sejak kerusuhan nasional dimulai, kata PBB pada November. Majidreza Rahnavard, 23, digantung di depan umum pada 12 Desember setelah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan di Mashhad karena membunuh dua anggota pasukan keamanan dengan pisau.
Empat hari sebelumnya, Mohsen Shekari, juga berusia 23 tahun, telah dieksekusi karena melukai seorang anggota pasukan keamanan. Pengadilan mengatakan bahwa sembilan orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati atas protes tersebut, dua di antaranya telah diizinkan untuk diadili ulang.
Ayah dari terpidana mati Mohammad Ghodablou telah mengeluarkan pembelaan di media sosial yang menyerukan pembebasan putranya. “Mohammad sejauh ini tidak memiliki catatan kriminal,” kata sang ayah dalam sebuah video yang beredar minggu ini.
Ia menambahkan bahwa putranya itu menderita gangguan jiwa. Ghodablou, 22, didakwa di Teheran karena menyerang polisi dengan mobil, yang mengakibatkan kematian seorang petugas dan melukai lima orang lainnya.
Kantor Aktivis Hak Asasi Manusia yang berbasis di AS mencatat dalam sebuah laporan bahwa Iran telah mengizinkan peningkatan 88% eksekusi mati selama 2022 dibandingkan 2021 yang naik hanya 8%. Menurut Amnesty International, Iran berada di urutan kedua setelah Tiongkok dalam penggunaan hukuman mati, dengan setidaknya 314 orang pada 2021.
(GE – Yana)