Mencegah Stunting Pada Anak Paling Efektif Konsumsi Protein Hewani

Bagikan:

AshefaNews – Apakah Bunda tahu malnutrisi tidak hanya diartikan bahwa buah hati Kekurangan gizi? Malnutrisi yaitu kondisi anak menerima nutrisi lebih sedikit atau banyak dari yang direkomendasikan. Permasalahan pada kondisi anak yang kurang gizi atau menerima nutrisi bisa menyebabkan Stunting sedangkan gizi atau nutrisi yang berlebihan bisa menyebabkan obesitas. Kedua permasalahan tersebut bisa menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Mencegah Stunting Pada Anak Paling Efektif Konsumsi Protein Hewani 
Mencegah Stunting Pada Anak Paling Efektif Konsumsi Protein Hewani 

Mencegah Stunting Pada Anak Paling Efektif Konsumsi Protein Hewani 

Asupan nutrisi yang berlebihan dalam jangka pendek tidak terlalu mempengaruhi kesehatan. Namun, dalam waktu lama dibiarkan akan mengalami risiko kesehatan karena kondisi obesitas seperti hiperkolesterolemia atau dislipidemia, stroke, penyakit jantung, diabetes, dan lainnya.

Kemudian, apakah anak yang menerima nutrisi sedikit lebih aman? Tentunya tidak. Tidak ada asupan nutrisi yang tepat, anak akan mengalami Stunting hingga permanen. Lalu, bagaimana cara mencegah Stunting pada anak? Simak yuk pembahasan berikut ini.

Permasalahan Gizi pada Anak Bisa Menyebabkan Stunting

Indonesia sekarang masih banyak permasalahan gizi. Permasalahan gizi tersebut seperti kekurangan gizi yang menyebabkan Stunting dan gizi berlebihan bisa menyebabkan obesitas. Tentunya, kedua permasalahan tersebut bisa menurunkan kualitas sumber daya manusia. 

Menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 di Indonesia mengatakan bahwa prevalensi stunting sebesar 24,4%. Angka tersebut, masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14%.

Perlu Bunda ketahui, stunting mempunyai efek buruk bagi kesehatan dan perkembangan anak. Dalam jangka panjang, stunting mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan kognitif. 

Dalam memperingati Hari Gizi Nasional 25 Januari oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengadakan  seminar media yang mengangkat tema “Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting di Indonesia”. 

Seminar tersebut mengundang dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), ketua pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Prof. Dr. Damayanti Rusli Sjarif, PhD, SpA(K). Berikut rangkuman mengenai stunting dan peran penting protein hewani dalam mencegah Stunting. 

Apa itu Stunting?

Menurut WHO, Stunting yaitu balita berperawakan pendek (stunted) dengan tinggi atau panjang badan di bawah 2 standar deviasi grafik pertumbuhan WHO. Perawakan pendek tersebut, disebabkan oleh kekurangan gizi kronik atau berulang.

Namun, harus Bunda ketahui bahwa tidak semua balita yang bertubuh pendek dikatakan stunting. Balita bertubuh pendek kemungkinan karena adanya faktor keturunan. Balita stunting, hanya dokter spesialis anak yang bisa mendiagnosisnya. 

Penyebab Kekurangan Gizi Kronik atau Berulang

Prof. Sharif menjelaskan ada beberapa penyebab bayi atau balita mengalami kekurangan gizi kronik, dipicu ada 2 faktor yakni asupan gizi tidak adekuat dan kebutuhan gizi meningkat.

Asupan gizi tidak adekuat atau tidak memadai bisa disebabkan oleh faktor penelantaran, kemiskinan, dan ketidaktahuan orang tua. Sementara itu, kebutuhan gizi bayi atau balita meningkat karena penyakit tertentu seperti berikut ini:

  • Penyakit yang berkaitan dengan kebersihan, balita mengalami diare berulang karena faktor kebersihan yang buruk di rumah.
  • Penyakit infeksi yang timbul karena imunisasi yang dapat dicegah,
  • Berat badan lahir rendah, prematur, dan kelainan metabolisme bawaan.

Apa Dampak Stunting dan Kekurangan Gizi Kronik pada Sumber Daya Manusia?

Menurut Prof. Sjarif menjelaskan bahwa dalam jangka pendek efek stunting belum terlihat jelas. Namun, bisa terlihat ketika anak masuk sekolah. Misalnya, anak merasa kesulitan dalam belajar bahasa, matematika atau mengikuti pelajaran. 

Stunting dan kekurangan gizi bisa menimbulkan perkembangan otak terganggu sehingga mempengaruhi kemampuan kognitif pada anak suatu saat nanti. Apabila stunting dan kekurangan gizi tidak ditangani dengan cepat, kemungkinan anak hanya mencapai 65% IQ normal, yakni kurang dari 90. Dalam artian, anak hanya mampu sekolah di bangku SMP saja.

Sedangkan dalam jangka panjang IQ anak akan turun sekitar 15-20 poin. Untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan terapi nutrisi dan stimulasi bermain yang dibutuhkan, supaya balita dapat mencapai kecerdasan normal sesuai usianya. 

Gejala Stunting pada Anak

Stunting bisa terjadi karena balita atau bayi mengalami kekurangan gizi. Kekurangan gizi tersebut, ditandai dengan kenaikan berat badan yang tidak adekuat atau tidak memadai, mengalami perlambatan penambahan panjang badan, perawakan pendek. 

Kapan stunting terjadi? Berikut ini, beberapa tahapan pada  bayi atau balita bisa mengalami stunting:

  • 20% terjadi ketika lahir
  • 20 % stunting terjadi selama 6 bulan pertama kehidupan bayi
  • 50% terjadi pada usia 6-24 bulan
  • 10% terjadi saat anak berusia 3 tahun

Perlu di Ingat lagi ya Bunda, diagnosis dan penanganan stunting harus dilakukan oleh dokter. 

Asupan Protein Hewani untuk Mengatasi Stunting

Menurut Prof. Sjarif mengatakan bahwa asupan protein yang cukup bisa meningkatkan tinggi badan. Selain itu, vitamin dan mineral juga dibutuhkan. Tetapi, tidak secara efektif mampu meningkatkan tinggi badan. Jadi, asupan vitamin dan mineral tidak cukup, harus diimbangi dengan protein. 

Stunting pada anak juga berhubungan dengan kekurangan asam amino esensial. Asam amino esensial bisa ditemukan di makanan sumber protein hewani yang lengkap dibandingkan dengan protein nabati. Mengkonsumsi lebih dari satu jenis protein hewani bisa menurunkan risiko stunting pada anak. 

Apakah hanya mengkonsumsi protein nabati bisa mencukupi kebutuhan nutrisi anak? Jumlah asam amino esensial yang terkandung pada protein nabati hanya lebih sedikit. Jadi, untuk memperoleh jumlah yang cukup maka balita atau bayi harus mengonsumsi sumber protein nabati dengan jumlah besar.

Bunda juga tahu, makanan seperti kacang-kacangan, tempe dan tahu itu berukuran besar. Kondisi perut balita atau bayi tidak bisa mengonsumsi jumlah besar makanan sebagai sumber protein nabati untuk memenuhi kebutuhan asam amino esensialnya.

 Menurut survei DHS pada bayi berusia 6-23 bulan di 49 negara menunjukkan tingginya prevalensi stunting yang berhubungan dengan rendahnya kandungan sumber pangan hewani dalam MPASI.

Pencegahan Stunting pada Bayi sejak Dini

Menurut Prof. Sjarif mengatakan bahwa pencegahan stunting sejak dini bisa dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya dengan mengonsumsi sumber pangan hewani yang tersedia di lingkungan, seperti telur dan daging ayam. Jadi, disarankan bagi Bunda untuk memberikan asupan makanan dari kedua jenis tersebut.  Mengkonsumsi sebutir telur ketika usia 6-9 bulan terbukti menurunkan prevalensi stunting sebesar 47%.

Kemudian, memberikan inisiasi menyusu dini ( 1 jam setelah melahirkan). Makanan pendamping ASI bisa diberikan paling lambat ketika bayi berusia 6 bulan. Kondisi tersebut tentunya berbeda-beda pada setiap bayi. Tergantung pada kebutuhannya. Bisa jadi, saat usia 4 bulan ASI tak mencukupi maka dengan kebutuhan nutrisi hariannya.

Berikutnya dengan pemberian MPASI tepat waktu yang mempunyai nutrisi yang seimbang dan aman. Untuk bayi dan balita yang mengalami kekurangan berat badan harus menerapkan terapi nutrisi. Sedangkan pada bayi yang sudah didiagnosis stunting, maka dilakukan pemberian ASI dan terapi nutrisi sesuai dengan kondisinya. Sebab, stunting pada bayi bisa menurunkan kualitas SDM makanya harus dicegah sedini mungkin. 

Demikianlah penjelasan mengenai cara mencegah stunting pada anak dengan mengonsumsi protein hewani. Semoga buah hati Bunda selalu sehat dan tumbuh kembang dengan baik.

Pelajari juga tips ibu dan anak lainnya untuk menambah wawasan Anda.

(GE – FTY)

Scroll to Top