AshefaNews, Semarang – Ada pemandangan berbeda di kawasan Jalan MT Haryono, Kota Semarang pada Kamis siang (02/03/23). Pasalnya, di kawasan jalan yang dikenal dengan sebutan Jalan Mataram tersebut, nampak puluhan pria wanita berjalan dengan berkostum sarung beraneka warna dan corak.
Sebanyak 42 orang tersebut menyusuri trotoar sebelum akhirnya mereka tiba di traffic light di ujung jalan Mataram. Yah, dengan memanfaatkan zebra cross layaknya sebuah catwalk, mereka lalu memperagakan busana sarung yang mereka pakai dengan berjalan bergantian menyusuri zebra cross saat lampu merah menyala.
Tidak hanya itu, mereka juga membawa bendera merah putih dan sejumlah poster bertuliskan “Save Sarung”. Para pengguna jalan yang menunggu lampu hijau pun nampak tersenyum, dan awalnya tidak mengetahui kegiatan apa yang dilakukan puluhan orang yang merupakan penggiat budaya di kota Semarang ini.
“Iya, saya bingung aja ini mereka ngapain, kemudian tadi dikatakan dan saya baca dari posternya itu ternyata kampanye tentang sarung”, ujar Andre salah satu pengendara motor yang melintas.
Memang kegiatan ini bukan tanpa alasan dilaksanakan, karena selain ingin kembali mengenalkan kepada masyarakat terkait budaya penggunaan sarung, juga sebagai peringatan Hari Sarung Nasional yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah sejak 3 Maret 2019, saat digaungkan oleh Presiden Joko Widodo di Gelora Bung Karno, Jakarta silam.
Menurut Ketua penyelenggara, Grace W Susanto yang tak lain adalah aktivis penggiat budaya, dan pencetus ide dalam kegiatan. Kegiatan yang dinamai Fashion On The Street tersebut, bertujuan sebagai kampanye untuk menggunakan sarung sebagai bentuk pelestarian budaya nusantara.
“Di moment, hari sarung nasional ini saya juga menggandeng beberapa komunitas semarang, dan kita lebih semangat untuk mensosialisasikan kembali kepada masyarakat agar menggunakan sarung sebagai wujud pelestarian budaya nusantara ini”, ujarnya.
Ditambahkan Grace, bahwa Sarung sebenarnya berasal dari bahasa melayu yang berarti “Satu “Dikurung”, dan cara menggunakan atau jahitan nya berbeda beda, seperti yang dijahit samping biasanya digunakan untuk umat muslim beribadah, dan ada sarung yang tanpa jahitan dan menggunakanya dengan cara dililitkan dengan hingga bisa disesuaikan dengan berbagai macam model dan kebutuhan.
“Kami berharap, aksi kita yang tidak seberapa ini bisa mendorong kembali agar masyarakat lebih mencintai dan suka memakai sarung, dan kita ingatkan bahwa tanggal 3 Maret adalah Hari Sarung Nasional”, pungkasnya.
Selain mengkampanyekan kepada para pengguna jalan yang melintas, kegiatan ini juga diharapkan bisa lebih luas dampaknya agar diketahui oleh seluruh masyarakat di Indonesia, bahwa sarung juga bisa dipakai dalam kegiatan resmi, maupun keseharian dan tak kalah model dan jenisnya dengan baju mainstream yang biasa kita gunakan.
(GE – APL)