Biografi sariamin ismail

Bagikan:

AshefaNews – Pada artikel kali ini akan membahas seorang sosok asal negara Indonesia yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, khususnya kalangan pecinta sastra tanah air yakni sosok seorang Sariamin Ismail, beliau merupakan penulis novel perempuan pertama di negara Indonesia khususnya, yang telah berhasil menerbitkan beberapa karyanya selama masa hidupnya. Novel merupakan salah satu jenis buku fiksi, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) novel adalah sebuah karangan prosa yang mengandung suatu rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan situasi ataupun keadaan di sekelilingnya. Sebuah cerita novel didukung oleh unsur unsur intrinsik serta ekstrinsik. Istilah novel diambil dari bahasa italia, yakni nonella yang artinya bentuk jamak dari kata novellus. Novella sendiri merupakan sebuah anekdot yang diperbesar seperti yang biasa ditemukan dalam decameron klasik italia pada abad ke 14. 

Sariamin Ismail merupakan sosok seorang penulis asal negara Indonesia yang tercatat sebagai seorang novelis atau penulis novel pertama yang berasal dari kalangan perempuan. Beliau sering menggunakan nama samaran yakni Selasih maupun Seleguri, atau gabungan dari kedua nama tersebut yatu Selasih Seleguri. Novel pertama yang berhasil ia terbitkan oleh penerbit Balai Pustaka pada tahun 1934 berjudul “Kalau Tak Untung”. Tidak hanya disitu saja Sariamin Ismail pun menulis beberapa surat kabar seperti Pujangga Baru, Soeara Kaoem Iboe Soematra, Sunting, Panji Pustaka, Bintang Hindia, Sinar Soematra, serta Melayu. Sariamin Ismail juga pernah berprofesi sebagai anggota parlemen dari daerah Provinsi Riau pada tahun 1947, meski begitu Sariamin Ismail masih menulis hingga Akhir Hayatnya.

Kehiudpan Sariamin Ismail

Sosok Sariamin Ismail lahir dengan nama Basariah pada tanggal 31 Juli 1909 di daerah Talu, Pasaman Barat. Sariamin Ismail merupakan anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Sari Uyah serta Lau. Sariamin Ismail merupakan anak seorang pegawai negeri pada masanya sehingga ia dapat mengenyam pendidikan serta bersekolah di Sekolah Gubernemen, pada usia 10 tahun, ia telah berhasil menulis sebuah syair dan puisi. Pada tahun 1921, ia lulus ujian masuk sekolah guru perempuan pada daerah padang panjang. Pada saat menjalani kehidupan asrama di Sekolah Perempuan serta menulis catatan dalam bentuk sajak pada buku kecil yang ia beri nama “Sahabatku”. Pada kegiatan didalam kelas, Sariamin Ismail dapat dikatakan cukup aktif dalam mengikuti perlombaan khususnya di bidang penulisan, sehingga ia sering mendapatkan hadiah dari berbagai macam perlombaan menulis sebuah karangan prosa maupun puisi yang telah ia ikuti. Tulisan sajaknya yang berjudul “Orang Laut” cukup terkenal di lingkungan sekolah sehingga sering dibacakan di setiap kelas oleh para guru di sekolah pada saat itu. Namun, uniknya walaupun ia menulis sajak “Orang Laut” ia belum pernah melihat laut secara langsung pada saat itu. Setelah lulus sekolah, Sariamin Ismail sempat mengajar di Meisjes Vervolg School (MVS) yang ada di daerah Bengkulu. Pada 17 Juni 1925, Sariamin Ismail berhasil diangkat menjadi sebagai Kepala Sekolah, dibawah kepemimpinan sekolah selama 1 tahun, Sariamin Ismail berhasil mencatatkan kemajuan yang cukup baik bagi sekolah yakni seperti pertambahan murid yang mau bersekolah pada masa itu. 

Pada akhirnya Sariamin Ismail, kembali ke daerah Sumatra Barat pada tahun 1926 untuk memimpin sekolah Meisjes Vervolgschool (MVS) yang ada di daerah Matur. Pada tahun 1927 ia pindah ke Lubuksikaping, ketika disini Sariamin Ismail sempat bertengkar dengan Schoolopziener yang sering menyalahkan keputusan yang dibuat tentang membeli alat alat dapur Sekolah, menggunakan uang untuk membeli bangku serta meja. Hingga akhirnya Sariamin Ismail berhasil dipanggil oleh inspektur terkait pada masa itu pada Mei 1928 serta mendapatkan hukuman penurunan posisi atau pangkat saat itu menjadi seorang guru di Meisjes Leer School (MLS) pada daerah Bukittinggi.

Riwayat Kepenulisan Sariamin Ismail

Sewaktu di daerah Bukittinggi, Sariamin Ismail cukup aktif dalam mengikuti organisasi pada tahun 1928 hingga 1930, ia menjadi ketua perkumpulan pemuda islam Jong Islamieten Bond (JIB) pada anggota wanita khususnya di daerah Bukittinggi. Pada saat itu, Sariamin Ismail menjadi ketua pada cabang Soeara Kaoem Iboe Soematra (SKIS) serta menulis untuk sebuah majalah Soeara Kaoem Iboe Soematra (SKIS), majalah yang pada saat itu dikelola oleh seorang perempuan. Pada tahun 1930, Sariamin Ismail mengangkat topik poligami, serta menekankan pentingnya sebuah keluarga inti di daerah Minangkabau lewat majalah Soeara Kaoem Iboe Soematra (SKIS). Selain itu, Sariamin Ismail pada Harian Persamaan mengkritik ketidakadilan peraturan gaji bagi para pekerja wanita, khususnya seorang guru wanita. Pada era 1933, Sariamin Ismail berhasil menertibkan novel pertamanya yakni “Kalau Tak Untung” yang berhasil diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka milik pemerintah pada saat itu, hal ini menjadikannya sebagai penulis novel wanita pertama sepanjang sejarah di negara Indonesia. Novel pertama seorang Sariamin Ismail terinspirasi oleh sebuah kejadian nyata yang telah ia alami semasa hidupnya yakni seorang tunangannya yang berhasil menikahi wanita lain, serta kisah dua orang sahabat masa kecilnya yang saling jatuh cinta namun sayangnya tak dapat bersatu oleh keadaan. Pada tahun 1937, Sariamin Ismail berhasil menerbitkan novel keduanya yang berjudul “Pengaruh Keadaan”. 

Pada tahun 1939, Sariamin Ismail berhenti mengajar di daerah Padangpanjang karena beliau dituduh aktif dalam dunia politik oleh PID. Sehingga pada dua tahun berikutnya, beliau hanya menjadi guru bantu di MVS daerah Payakumbuh. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1941 Sariamin Ismail berhasil menemukan belahan jiwanya dan menikah, lalu mengikuti suaminya ke Teluk Kuantan, Riau. Disana Sariamin Ismail berencana menjadi seorang Ibu Rumah Tangga saja, namun sejak ia tiba disana Sariamin Ismail merasa bahwa tenaganya masih sangat dibutuhkan untuk menjadi tenaga pendidik di daerah sana, karena merasa bahwa daerah tersebut amat sangat tertinggal dibanding daerah yang ia tempati sebelumnya untuk masalah pendidikan. Sehingga pada tahun 1942, ia berhasil menjadi seorang Kepala Sekolah MVS yang pertama kalinya di daerah Teluk Kuantan, Riau. Sekolah ini terdapat sebuah asrama bagi para murid yang berasal dari luar daerah. Pada tahun 1945, setelah negara Indonesia secara resmi memproklamirkan kemerdekaannya, Sariamin Ismail mengabdikan dirinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk Daerah Riau. Beliau tetap menulis hingga akhir hayatnya, hingga berhasil menerbitkan beberapa karya tulisan beliau, yakni sebagai berikut: 

  • Kalau Tak Untung (1933)
  • Pengaruh Keadaan (1937)
  • Puisi Baru (1946)
  • Rangkaian Sastra (1952)
  • Seserpih Pinang Sepucuk Sirih (1979)
  • Panca Juara (1981)
  • Nahkoda Lancang (1982)
  • Cerita Kak Murai Kembali ke Pangkuan Ayah (1986)
  • Ungu: Antologi Pusisi Wanita Penyair Indonesia (1990)

Demikianlah, pembahasan artikel mengenai sosok Sariamin Ismail yang merupakan seorang penulis novel perempuan pertama di negara Indonesia. Untuk melihat artikel menarik lainnya, dapat dilihat pada blog Ashefa news, sekian pembahasan artikel untuk kali ini, semoga artikel ini dapat memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca setia sekalian.

(GE – FR)

Scroll to Top