AshefaNews – Cerita Rindu Ayah yang Sudah Meninggal. Pada kesempatan ini, saya mau cerita sedikit ketika saya sedang kangen atau rindu dengan ayah. Kehilangan orang tua, memang moment yang sangat menyakitkan. Tapi kita harus selalu kuat dan tegar, karena bakal ada pelangi yang indah setelah badai. Berikut cerita rindu ayah berdasarkan pengalaman pribadi:
Dalam Diam Aku Kirim Doa, Ya Allah Tolong Tempatkan Ayah Di Syurga, Hari itu perasaan aku sangat bimbang memikirkan kesehatan ayah dan perkerjaan. Saat ayah sakit aku memutuskan untuk merawatnya. selama seminggu aku tidak masuk kerja meminta izin pada atasan. untungnya atasan aku baik sekali dan mau menerima keadaanku yang seperti ini.
Rasanya sangat tidak tega melihat ayah terbaring lemah di rumah sakit. Banyak selang yang terpasang di badannya. Selama itu ayah harus makan mellaui lubang hidung yang di pasang. setiap hari hanya minum susu dan obat saja. Tubuhnya yang dulu gagah kini menjadi kurus.
hati ku semakin terpukul. Ayah sangat bawel, gak mau di atur untuk mengurus semuanya. sedikit rasa kesal padanya. ayah ku juga sudah tidak bisa berbicara jadi aku tak paham maksud yang di sampaikannya. jika aku tidak paham maksudnya, dia akan marah, cemberut memalingkan muka.
Ketika di rumah sakit aku bergantian berjaga dengan saudara dan ibu ku. Saat ayah tak bisa tidur karena berisik dengan pasien sebelah yang terus merengek kesakitan. Aku coba menenangkan pikirannya. Memutarkan lantunan ayat suci Al- Quran yang ada di ponsel. Benar saja, ayah sudah tenang dan istirahat.
Kerap kali aku mengelus kepalanya supaya merasa nyaman. begitupun dengan ibu ku yang terus menjaganya sepanjang malam. aku terus menatap wajahnya yang sudah menua, semakin tirus. Memandangnya serasa bukan Ayahku lagi. Hanya bisa menangis dalam hati.
Sudah beberapa hari di rawat, akhirnya ayah di perbolehkan untuk pulang ke rumah. Rasanya tidak sabar meninggalkan rumah sakit yang membuat ku tidak betah. Begitu pula dengan Ayahku yang mau meminta pulang saja. saat terbaring lemah dia berusaha untuk bangkit. Namun, kenyataannya tak bisa untuk bangun. Karena takut terjadi apa-apa kami membaringkannya lagi.
Sampai siang menunggu kedatangan dokter dan perawat belum datang juga untuk mengecek keadaan ayahku. Ayah yang tidak sabar untuk pulang terus menggerakan anggota tubuhnya untuk cepat pulang. sedikit kesal dengannya yang tidak bersabar. akhirya yang ku tunggu datang juga. dokter mmeberitahu jika ayah sudah normal, harus sering berlatih untuk menggerakan kaki dan tangannya. menyarankan untuk tidak makan yang berat, hanya dengan minum susu terlebih dahulu.
Selepas mendengarkan saran dari dokter, perawat langsung melepaskan selang yang ada di saluran kencing dan di hidungnya. Kakak dan Ibu ku tak kuat. karena pengalaman yang pas awal masuk rumah sakit menangis dan muntah. Jadi, kali ini yang mendampingi ayah adalah aku. ku terus menenangkannya agar tak meronta. “Ya Allah sepanjang itu selang yang di masukan kedalam hidung ayahku?” dalam lubuk hatiku. “Mas, itu panjangnya sampe mana?” Tanyaku pada perawat. ” ini selang sampai ke lambung”. Mendengarnya ku langsung menelan ludah. pantas saja pas di cabut ayah meronta.
Semua sudah beres, ayah langsung di bawa ke mobil ambulance. ku duduk di sebelahnya untuk mendampingi. Tangannya terkulai lemas, sesekali aku membetulkan. Suara sirine ambulnace terdengar begitu kencang. Sepanajnga perjalanan aku terus melamun tak kuasa melihat kondisi ayah yang terus begini.
Semalam ayah tidur di rumah, kondisinya sangat sullit untuk menelan minuman dan obat. Karena Ayah tak suka dengan obat, saat meminum obat terus keluar dari mulutnya. seakan dia tak mau meminumnya. “Ayah minum obat, jangan di buang biar cepet sembuh terus bisa datang ke wisuda yusuf terus lanjut ke pernikahan dewi”. Ayahku hanya bisa menatap dan mengangguk saja.
Keesokan harinya keluarga dari calon mertuaku datang untuk menjenguk. Mengobrol mennayakn kondisi ayahku sebenarnya yang sekarang. Sekaligus membicarakan tentang pernikahanku. Membahas tentang pernikahn karena ini permintaan dari ayah yang ingin melihat anaknya menikah.
Hari semakin sore, menunggu kakak yang tak kunjung datang untuk membahas persoalan tentang pernikahan. Sayangnya, pihak dari laki-laki terburu-buru untuk pulang dengan alasan besok kerja. Sebenarnya sungguh di sayangkan. “Masih lama gak dew, mas agus kesini”. Tanya mertuaku. “Sebentar lagi katanya”.
Berhubung mengejar waktu kahirnya memutuskan untuk pulang. aku pun ikut pergi karena mau masuk kerja. sudah seminggu tak masuk kerja gak enak sama atasan. sebenarrnya hati ini berat sekali meninggalkan ayah yang sedang terbaring lemah. saat aku berpamitan ayah cuma bisa mengganggukan. di situ aku merasa ayah sudah merelakan aku untuk pergi.
Menyesal aku pergi meninggalkan ayah disana. saat kerja pun tak konsen, hanya bisa meratapi atas kemalanganku. menangis terus teringat tentang ayah. Masa dimana aku masih kecil di timang, dimanja, bercerita, belajar mengaji dan yang lainnya. mengingat itu semua membuat mata terus menteskan air mata.
Terdengar suara langkah kaki yang berjalan ke ruang kantor. aku berusaha menghapus secepat mungkin airmata. Patner kerja langsung menyapa, memaluk ku. “Apa kabar, gimana keadaan ayah?”. aku tak bisa berkata. Rekan kerja berusaha menenangkanku. “coba cerita?”. tanyanya. “Masih belum bisa apa-apa, makan sama minum obat susah buat masuk”. “Sabar ya semangat”. ucapnya. aku bercerita, jika aku siap di tinggal ayah pergi. aku tidak tega melihat ayah yang terbaring lemah. Perasaanku semakin meluap mengungkapkan aku rela dia pergi, asal dia bahagia si surga bersama dengan orang yang di cintai Allah.
Hp berdering, ternyata adikku memberitahu untuk pulang ke rumah lagi. Aku bertanya-tanya kenapa adikku menyuruh pulang. Padahal aku baru saja sampai di kota ini. rekan kerja ku terus menenangkan. supaya aku tidak berfikir yang macam-macam. banyak Wa yang masuk menanyakan tentang keadaan ayahku.
Handpone berdering lagi, kali ini aku lihat telfon dari kakakku. “Hallo, ka ada apa?” tanya ku. “sekarang pulang!”. perintah kakak. ku merasa ada yang aneh kok suara Kakak berbeda, berbicara dengan terbata-bata sambil mennagis. aku khawatir terjadi sesuatu dengan ayah. di sepanjang perjalanan ke rumah aku tak kuat menahan nangis. sampai di sana aku melihat di rumah sudah banyak orang. di ruang tamu aku melihat kakak sedang dudk bersama dengan mama.
Aku melihat orang yang telah merawatku dari kecil hingga tumbuh dewasa kini sudah tiada. bnera-benar sudah di panggil oleh sang kuasa. kaki lemas, air mata tak tebendung lagi. menangis merasa kehilangan. aku menyesal pura-pura kuat dan merelakan ayah untuk pergi. Tapi, ternyata hatiku masih belum siap di tinggalkannya.
Ya Allah, begitu cepat engkau mengambil ayahku. begitu singkat engkau memberikan ku kesempatan untuk hidup bersamanya. Padahal aku belum bisa membahagiakannya dan memberikan yang terbaik. Aku mohon tempatkan pahlawan ku ini bersama dengan orang-orang yang engkau cintai di syurga.
(GE – SAN)